• Kepribadian
  • Minggu, 22 Desember 2013

    Puisi Hari Ibu



    Happy Mother’s Day!!! Kalian gak lupa, kan kawan? Jangan lupa dong! Kalau kalian lupa, berarti kalian juga lupa atas semua jasa-jasa Ibu kalian kepada kalian. Nah, kalau Ibu kalian tau, gimana? Pasti Beliau sedih, sangat sedih…
    Kalian mau tau gambaran hati Ibu saat kalian melukainya, melupakannya, bahkan meninggalkannya? Aku gambarkan pada puisi di bawah ini ya…
    SELAMAT MENGHAYATI!


    SURATAN HATIKU
    (Jesica DM)
    Di lahan baru hidupku
    Ku mulai menabur benih
    Menemani pertumbuhannya seiring waktu
    Tanpa kenal letih

    Di pagi pupus menggeliat
    Setelah benih kusemai
    Bayi meninggalkan rahim
    Memaklumkan kehadiran

    Lalu berlalulah waktu
    Hari terus berlalu
    Bulan berganti bulan
    Tahun berganti tahun

    Selama itu…
    Aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai
    Menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti
    Menjadi pekerjamu yang tidak pernah lesu

    Telah bungkuk pula punggungku
    Bergemetar tanganku
    Karena badanku telah dimakan oleh usia
    Telah digerogoti oleh penyakit dunia

    Berdiri seharusnya telah dipapah
    Duduk pun seharusnya dibopong


    Wahai anakku
    Tetapi, cintaku kepadamu tidak pernah sirna
    Masih seperti dulu
    Masih seperti angin yang selalu mengudara

    Sekiranya engkau dimuliakan satu hari saja oleh seorang insan
    Niscaya engkau akan membalasnya dengan kebaikan

    Sedangkan ibumu, mana balas budimu?
    Bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air serupa?
    Bukan sebaliknya air susu dibalas dengan air tuba?
    Dosa apakah yang telah ku perbuat, sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?

    Wahai anakku…

    Apakah hatimu tidak tersentuh,
    Terhadap seorang wanita tua yang lemah,
    Binasa dimakan oleh rindu berselimutkan kesedihan
    Berpakaian kedukaan?


    Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit
    Aku tidak akan adukan duka ini kepada Tuhan
    Karena jika seandainya keluhan ini telah membumbung menembus awan,
    Melewati pintu-pintu langit,
    Maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan,
    Yang tidak ada obatnya dan tidak ada tabib yang dapat menyembuhkan

    Walau engkau telah berhasil mengalirkan air mataku
    Walau engkau telah membalasku dengan luka di hatiku
    Walau engkau telah pandai menikam diriku dengan belati durhakamu
    Tepat menghujam jantungku

    Aku tidak akan melakukannya wahai anakku
    Bagaimana aku akan melakukannya, sedangkan engkau adalah jantung hatiku
    Bagaimana ibu ini kuat menengadahkan tangan ke langit
    Sedangkan engkau adalah pelipur lara hatiku yang pahit
    Bagaimana ibu tega melihatmu merana terkena azab-Nya karna doaku
    Padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku…
    Dapatkah engkau sekarang menganugerahkan sedikit kasih sayang demi mengobati derita orang tua yang malang ini?

    Sedih, kan? Sebenarnya Ibu kalian merasakan itu semua, dilema. Kalian seharusnya PEKA! Ingat, jangan pernah buat Beliau kembali menangis, berusahalah menjadi kebanggaannya, hingga Beliau tua. Jangan kau tunda, karena jika waktunya telah habis, hanya penyesalan yang kalian tuai.
    Sampai jumpa...

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar