Siapa sih di dunia ini yang gak punya
sahabat? Kalian semua pasti punya, kan? Nah, akan tetapi, terkadang
persahabatan sering disalah gunakan, seperti menjadikan ajang persahabatan
untuk memperoleh “kekayaan” semata, untuk sekedar tempat “pelampiasan, pelarian”,
hanya untuk sekedar status, dan sejenisnya.
Belum ngerti juga? Ya udah, Aku punya cerpen
buat kalian agar bisa lebih menghayati arti persahabatan yang sebenarnya.
Arti Sahabat Sebenarnya
“selalu ada, walau tak
sejalan”
(Karya : Jesica Dominiq
Mozzarella)
Ufuk timur merekah memancarkan sinar, tanda sang
penguasa pagi telah menyingsing. Saatnya bagi dunia untuk beraksi. Insan
manusia mulai menampakkan dirinya. Mereka siap menyambut hari baru.
Tak berbeda,
Niken juga sudah siap untuk menyambut hari barunya. Ia sudah bangkit dari alam
mimpinya. Bangun di pagi hari sudah menjadi suatu rutinitas untuk dirinya.
Wajar saja, ia adalah pelajar 1 SMA yang jadwal sekolahnya pagi hari. Selain
itu, kedua orang tuanya memang sudah menerapkan sikap disiplin padanya sejak
kecil.
Dengan berbalutkan seragam putih abu-abu, Niken
melangkah keluar dari kamarnya menuju ruang makan. Di ruang makan, Papa dan
Mamanya sudah menunggu kehadiran Niken.
“Pagi Papa, pagi Mama”, salam Niken kepada orang
tuanya
“Pagi juga sayang”, jawab orang tuanya serentak
“Pa, Ma, mulai hari ini, Niken akan pulang
terlambat”, tutur Niken
“Kenapa Ken? Apakah ada penambahan jam belajar?”
tanya Papanya
“Bukan Pa. Tetapi mulai hari ini, aku mengikuti
ekstrakurikuler tari Ronggeng di sekolah”, jelas Niken
“Baiklah Ken. Sekarang, cepat habiskan sarapanmu!”
perintah Mamanya
Selesai sarapan, Niken berpamitan pada Mamanya. Ia
bergegas ke garasi mobil. Di mobil, Papanya sudah menunggunya. Setiap hari,
Niken memang diantar oleh Papanya ke sekolah. Karena, arah kantor Papanya
searah dengan sekolah Niken.
Pembelajaran hari ini dilaluinya dengan penuh
kesan. Bagaimana tidak? Ia baru saja mendapat nilai ulangan harian Biologi
tertinggi di kelasnya. Usai pulang sekolah, Niken bergegas menuju sanggar tari
di sekolahnya. Ia memang sudah mendaftar beberapa hari yang lalu.
“Selamat siang, Kak Julia!” sapa Niken kepada kakak
pelatih
“Siang juga, dek!” balas Kak Julia dengan senyum.
“Masuk saja, dek!” sambungnya
“Oh iya kak. Terima kasih”, balas Niken sambil
melangkahkan kakinya ke dalam sanggar. Setibanya di dalam sanggar, langkahnya
terhenti. Denyut nadi di sekujur tubuhnya serasa berhenti. Betapa luluh
hatinya, disaat matanya memandang seisi sanggar. Di dalam sanggar, hanya
terdapat segelintir siswa. “Apakah kegiatan ekstrakurikuler ini tidak menarik?”
tanyanya dalam hati.
Waktu
latihan akan segera dimulai. Para siswa, telah berkumpul di tengah sanggar. Kak
Julia akan memberitahukan sebuah informasi penting.
“Bulan depan, akan dilangsungkan Kompetisi Tari
Ronggeng Se-DKI Jakarta. Sekolah kalian adalah salah satu peserta kompetisi
itu. Kalian akan dikirim untuk mewakili sekolah dalam kompetisi itu”, kata Kak
Julia. “Karena itu, waktu latihan kalian akan ditambah sampai kompetisi
diselenggarakan. Saya harap kalian bisa mengharumkan nama sekolah ini!”
sambungnya.
Melonjak-lonjaklah hati Niken mendengar kabar
tersebut. Puing-puing hatinya kembali menyatu. “Kami pasti bisa!” semangatnya
berkobar-kobar di dalam hatinya. Hari pertama latihan, dilaluinya pula dengan
berkesan.
Keesokan harinya sebelum berlatih, ia mendatangi
sahabanya. Ia ingin berbagi rasa bahagia dengan Keisha.
“Aku punya
kabar gembira. Aku ikut Kompetisi Tari Ronggeng se-DKI Jakarta”, tutur Keisha
“Tari Ronggeng? Kamu ikut ekstrakurikuler tari?”
tanya Keisha dengan heran
“Iya, mengapa memangnya?” tanya Niken
“Apa kamu tidak berfikir? Kamu itu wakil ketua
OSIS, bagaimana dengan akredibilitasmu?” jawab Keisha.
“Mengapa kamu berkata seperti itu?” tanya Niken
sambil membendung air matanya.
“Terserah kamu, Ken! Ini pendapatku! Kalau kamu
tidak suka, jangan pernah anggap aku sahabatmu lagi!” jawab Keisha dengan emosi
sambil pergi meninggalkan Niken.
Gejolak hatinya tidak dapat dipungkirinya lagi.
Butiran air matanya tak dapat dibendungnya lagi. Di satu sisi ia dapat
tersenyum bangga karena bisa mewakili sekolahnya. Namun di sisi lain, ia harus
mengalami kepahitan hati karena sahabatnya pergi meninggalkannya hanya karena
hal kecil. Kedua hal itu saling bertolak belakang. “Aku harus mengutamakan
prioritasku, yaitu mengikuti kompetisi tari. Melalui kompetisi itu, aku akan
mengubah semua pendapat Keisha!” katanya dalam hati.
Menjelang kompetisi, latihan dilakukan serutin
mungkin. Para siswa sangat berantusias mengikuti semua jadwal latihan. Kak
Julia merasa sangat bahagia melihat kesungguhan Niken dan teman-temannya.
*satu bulan kemudian*
Waktu latihan telah berakhir. Kini tiba saatnya,
bagi Niken dan kawan-kawannya untuk menampilkan hasil jerih payah mereka selama
berlatih di mata para dewan juri, guru dan teman-teman mereka, serta orang tua
mereka.
Mereka naik ke panggung dengan penuh percaya diri.
Tampilan fisik mereka sangat mengagumkan. Tarian Ronggeng dibawakan dengan
lemah gemulai oleh para generasi penerus bangsa tersebut. Mereka berlenggak-lenggok
dengan luwesnya. Tarian mereka memukau semua yang hadir di tempat itu. Penampilan
penari-penari muda itu disambut dengan gemuruh telapak tangan penonton yang
saling beradu.
Pengumuman adalah waktu yang ditunggu-ditunggu oleh
semua peserta. Kini, waktu itu telah tiba. Jantung semua peserta berdegup tak
menentu. Diri mereka tidak bisa menahan rasa penasaran akan ketentuan dewan
juri. Mereka telah menampilkan performa terbaik. Tetapi, hanyalah penilaian dewan
juri yang dapat menentukan nasib mereka.
Juara kedua dan ketiga telah diumumkan. Namun, nama
SMA Cenderawasih, SMA Niken tak kunjung disebutkan. Hati Niken ragu. “Apakah
sekolah kami akan juara 1 atau harus kalah?” bimbang hatinya.
“Juara pertama Kompetisi Tari Ronggeng Se-DKI
Jakarta adalah SMA Cenderawasih!” seru perwakilan dewan juri membacakan
pemenang juara pertama. “Selamat atas prestasi yang kalian telah raih”, sambung
juri tersebut.
Tak dapat dikirakan lagi perasaan Niken dan teman
seperjuangannya itu. Bercampur aduk semua rasa di hati mereka. Namun satu
perasaan yang pasti, yaitu bangga.
Sebagai perwakilan, Niken menerima piala dan piagam
penghargaan yang diberikan Pemerintah Kota. Ia juga menyampaikan sepatah dua
kata atas kemenangan yang diterimanya.
“Saya ucapkan limpah terima kasih kepada semua yang
sudah mendukung kami. Tanpa kehadiran dan bimbingan kalian, kami tidak akan
pernah meraih keberhasilan ini”, ucap Niken.
Tanpa disadari oleh Niken, seorang penonton berlari
ke arah dirinya. Tanpa ragu-ragu, penonton itu memeluk Niken di hadapan
penonton yang lainnya. Niken berusaha untuk melihat wajah penonton tersebut.
Betapa terkejut hatinya, ternyata Keisha yang memeluk erat tubuhnya.
“Keisha? Mengapa kamu bisa hadir di tempat ini?”
tanyanya dengan heran
“Dari awal sampai akhir acara ini, aku ada di
antara ratusan penonton. Aku ingin menyaksikan penampilanmu, Ken”, jawab Keisha
“Tetapi, bukankah kamu sudah tidak menganggap aku
sebagai sahabatmu lagi?” tanyanya kembali
“Aku baru sadar, bahwa segala yang telah kuperbuat
padamu itu salah. Seharusnya sebagai seorang sahabat, aku mendukungmu bukan
menjatuhkan impianmu“, jelasnya. Sampai kapan pun, kamu akan tetap menjadi
sahabatku dan aku juga akan selalu mendukungmu”, tambahnya.
“Terima kasih Tuhan, kau telah mengembalikan
sahabatku ke pelukanku lagi”, serunya seraya memeluk erat tubuh sahabatnya. Tak
disangka, kedua sahabat itu menitikkan air mata bahagia. Semua yang hadir di
tempat itu terbawa suasana akan kejadian itu. Mereka seakan-akan turut bersukacita.
Hari itu telah berlalu. Kini, lembaran baru mulai
dijalani kedua sahabat itu dari awal kembali. Pengalaman itu mereka jadikan
guru terbaik di kehidupan mereka berdua. Hikmah nyata dari kejadian itu juga tampak
ketika peminat ekstrakurikuler tari Ronggeng di SMA Cendrawasih semakin
bertambah dari hari ke hari.
“Aku akan selalu menjadi sahabatmu dan aku akan
selalu di sampingmu sampai kapan pun. Aku akan ada di setiap peristiwa hidupmu,
baik suka maupun duka,” janji Niken dan Keisha yang diucapkan untuk kedua
kalinya. Janji itu adalah janji yang mereka ucapkan saat pertama kali menjadi
sepasang sahabat.
TAMAT
Terharu kan sama kisah persahabatan Niken dan
Keisha, walaupun mereka tak sejalan, sempat mengalami slek, tapi ujung-ujungnya mereka kembali bersama. Itulah salah satu
hal yang harus kita tanamkan dalam persahabatan, memahami perbedaan,
menjadikannya sebuah kesatuan. OK? Sampai jumpa…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar