• Kepribadian
  • Minggu, 16 Maret 2014

    Cerpen Persahabatan



    Siapa sih di dunia ini yang gak punya sahabat? Kalian semua pasti punya, kan? Nah, akan tetapi, terkadang persahabatan sering disalah gunakan, seperti menjadikan ajang persahabatan untuk memperoleh “kekayaan” semata, untuk sekedar tempat “pelampiasan, pelarian”, hanya untuk sekedar status, dan sejenisnya.
    Belum ngerti juga? Ya udah, Aku punya cerpen buat kalian agar bisa lebih menghayati arti persahabatan yang sebenarnya.
    SELAMAT MEMBACA!

    Arti Sahabat Sebenarnya

    “selalu ada, walau tak sejalan”
    (Karya : Jesica Dominiq Mozzarella)
    Ufuk timur merekah memancarkan sinar, tanda sang penguasa pagi telah menyingsing. Saatnya bagi dunia untuk beraksi. Insan manusia mulai menampakkan dirinya. Mereka siap menyambut hari baru.
     Tak berbeda, Niken juga sudah siap untuk menyambut hari barunya. Ia sudah bangkit dari alam mimpinya. Bangun di pagi hari sudah menjadi suatu rutinitas untuk dirinya. Wajar saja, ia adalah pelajar 1 SMA yang jadwal sekolahnya pagi hari. Selain itu, kedua orang tuanya memang sudah menerapkan sikap disiplin padanya sejak kecil.
    Dengan berbalutkan seragam putih abu-abu, Niken melangkah keluar dari kamarnya menuju ruang makan. Di ruang makan, Papa dan Mamanya sudah menunggu kehadiran Niken.
    “Pagi Papa, pagi Mama”, salam Niken kepada orang tuanya
    “Pagi juga sayang”, jawab orang tuanya serentak
    “Pa, Ma, mulai hari ini, Niken akan pulang terlambat”, tutur Niken
    “Kenapa Ken? Apakah ada penambahan jam belajar?” tanya Papanya
    “Bukan Pa. Tetapi mulai hari ini, aku mengikuti ekstrakurikuler tari Ronggeng di sekolah”, jelas Niken
    “Baiklah Ken. Sekarang, cepat habiskan sarapanmu!” perintah Mamanya
    Selesai sarapan, Niken berpamitan pada Mamanya. Ia bergegas ke garasi mobil. Di mobil, Papanya sudah menunggunya. Setiap hari, Niken memang diantar oleh Papanya ke sekolah. Karena, arah kantor Papanya searah dengan sekolah Niken.
    Pembelajaran hari ini dilaluinya dengan penuh kesan. Bagaimana tidak? Ia baru saja mendapat nilai ulangan harian Biologi tertinggi di kelasnya. Usai pulang sekolah, Niken bergegas menuju sanggar tari di sekolahnya. Ia memang sudah mendaftar beberapa hari yang lalu.
    “Selamat siang, Kak Julia!” sapa Niken kepada kakak pelatih
    “Siang juga, dek!” balas Kak Julia dengan senyum. “Masuk saja, dek!” sambungnya
    “Oh iya kak. Terima kasih”, balas Niken sambil melangkahkan kakinya ke dalam sanggar. Setibanya di dalam sanggar, langkahnya terhenti. Denyut nadi di sekujur tubuhnya serasa berhenti. Betapa luluh hatinya, disaat matanya memandang seisi sanggar. Di dalam sanggar, hanya terdapat segelintir siswa. “Apakah kegiatan ekstrakurikuler ini tidak menarik?” tanyanya dalam hati.
     Waktu latihan akan segera dimulai. Para siswa, telah berkumpul di tengah sanggar. Kak Julia akan memberitahukan sebuah informasi penting.
    “Bulan depan, akan dilangsungkan Kompetisi Tari Ronggeng Se-DKI Jakarta. Sekolah kalian adalah salah satu peserta kompetisi itu. Kalian akan dikirim untuk mewakili sekolah dalam kompetisi itu”, kata Kak Julia. “Karena itu, waktu latihan kalian akan ditambah sampai kompetisi diselenggarakan. Saya harap kalian bisa mengharumkan nama sekolah ini!” sambungnya.
    Melonjak-lonjaklah hati Niken mendengar kabar tersebut. Puing-puing hatinya kembali menyatu. “Kami pasti bisa!” semangatnya berkobar-kobar di dalam hatinya. Hari pertama latihan, dilaluinya pula dengan berkesan.
    Keesokan harinya sebelum berlatih, ia mendatangi sahabanya. Ia ingin berbagi rasa bahagia dengan Keisha.
     “Aku punya kabar gembira. Aku ikut Kompetisi Tari Ronggeng se-DKI Jakarta”, tutur Keisha
    “Tari Ronggeng? Kamu ikut ekstrakurikuler tari?” tanya Keisha dengan heran
    “Iya, mengapa memangnya?” tanya Niken
    “Apa kamu tidak berfikir? Kamu itu wakil ketua OSIS, bagaimana dengan akredibilitasmu?” jawab Keisha.
    “Mengapa kamu berkata seperti itu?” tanya Niken sambil membendung air matanya.
    “Terserah kamu, Ken! Ini pendapatku! Kalau kamu tidak suka, jangan pernah anggap aku sahabatmu lagi!” jawab Keisha dengan emosi sambil pergi meninggalkan Niken.
    Gejolak hatinya tidak dapat dipungkirinya lagi. Butiran air matanya tak dapat dibendungnya lagi. Di satu sisi ia dapat tersenyum bangga karena bisa mewakili sekolahnya. Namun di sisi lain, ia harus mengalami kepahitan hati karena sahabatnya pergi meninggalkannya hanya karena hal kecil. Kedua hal itu saling bertolak belakang. “Aku harus mengutamakan prioritasku, yaitu mengikuti kompetisi tari. Melalui kompetisi itu, aku akan mengubah semua pendapat Keisha!” katanya dalam hati.
    Menjelang kompetisi, latihan dilakukan serutin mungkin. Para siswa sangat berantusias mengikuti semua jadwal latihan. Kak Julia merasa sangat bahagia melihat kesungguhan Niken dan teman-temannya.
    *satu bulan kemudian*
    Waktu latihan telah berakhir. Kini tiba saatnya, bagi Niken dan kawan-kawannya untuk menampilkan hasil jerih payah mereka selama berlatih di mata para dewan juri, guru dan teman-teman mereka, serta orang tua mereka.
    Mereka naik ke panggung dengan penuh percaya diri. Tampilan fisik mereka sangat mengagumkan. Tarian Ronggeng dibawakan dengan lemah gemulai oleh para generasi penerus bangsa tersebut. Mereka berlenggak-lenggok dengan luwesnya. Tarian mereka memukau semua yang hadir di tempat itu. Penampilan penari-penari muda itu disambut dengan gemuruh telapak tangan penonton yang saling beradu.
    Pengumuman adalah waktu yang ditunggu-ditunggu oleh semua peserta. Kini, waktu itu telah tiba. Jantung semua peserta berdegup tak menentu. Diri mereka tidak bisa menahan rasa penasaran akan ketentuan dewan juri. Mereka telah menampilkan performa terbaik. Tetapi, hanyalah penilaian dewan juri yang dapat menentukan nasib mereka.
    Juara kedua dan ketiga telah diumumkan. Namun, nama SMA Cenderawasih, SMA Niken tak kunjung disebutkan. Hati Niken ragu. “Apakah sekolah kami akan juara 1 atau harus kalah?” bimbang hatinya.
    “Juara pertama Kompetisi Tari Ronggeng Se-DKI Jakarta adalah SMA Cenderawasih!” seru perwakilan dewan juri membacakan pemenang juara pertama. “Selamat atas prestasi yang kalian telah raih”, sambung juri tersebut.
    Tak dapat dikirakan lagi perasaan Niken dan teman seperjuangannya itu. Bercampur aduk semua rasa di hati mereka. Namun satu perasaan yang pasti, yaitu bangga.
    Sebagai perwakilan, Niken menerima piala dan piagam penghargaan yang diberikan Pemerintah Kota. Ia juga menyampaikan sepatah dua kata atas kemenangan yang diterimanya.
    “Saya ucapkan limpah terima kasih kepada semua yang sudah mendukung kami. Tanpa kehadiran dan bimbingan kalian, kami tidak akan pernah meraih keberhasilan ini”, ucap Niken.
    Tanpa disadari oleh Niken, seorang penonton berlari ke arah dirinya. Tanpa ragu-ragu, penonton itu memeluk Niken di hadapan penonton yang lainnya. Niken berusaha untuk melihat wajah penonton tersebut. Betapa terkejut hatinya, ternyata Keisha yang memeluk erat tubuhnya.
    “Keisha? Mengapa kamu bisa hadir di tempat ini?” tanyanya dengan heran
    “Dari awal sampai akhir acara ini, aku ada di antara ratusan penonton. Aku ingin menyaksikan penampilanmu, Ken”, jawab Keisha
    “Tetapi, bukankah kamu sudah tidak menganggap aku sebagai sahabatmu lagi?” tanyanya kembali
    “Aku baru sadar, bahwa segala yang telah kuperbuat padamu itu salah. Seharusnya sebagai seorang sahabat, aku mendukungmu bukan menjatuhkan impianmu“, jelasnya. Sampai kapan pun, kamu akan tetap menjadi sahabatku dan aku juga akan selalu mendukungmu”, tambahnya.
    “Terima kasih Tuhan, kau telah mengembalikan sahabatku ke pelukanku lagi”, serunya seraya memeluk erat tubuh sahabatnya. Tak disangka, kedua sahabat itu menitikkan air mata bahagia. Semua yang hadir di tempat itu terbawa suasana akan kejadian itu. Mereka seakan-akan turut bersukacita.
    Hari itu telah berlalu. Kini, lembaran baru mulai dijalani kedua sahabat itu dari awal kembali. Pengalaman itu mereka jadikan guru terbaik di kehidupan mereka berdua. Hikmah nyata dari kejadian itu juga tampak ketika peminat ekstrakurikuler tari Ronggeng di SMA Cendrawasih semakin bertambah dari hari ke hari.
    “Aku akan selalu menjadi sahabatmu dan aku akan selalu di sampingmu sampai kapan pun. Aku akan ada di setiap peristiwa hidupmu, baik suka maupun duka,” janji Niken dan Keisha yang diucapkan untuk kedua kalinya. Janji itu adalah janji yang mereka ucapkan saat pertama kali menjadi sepasang sahabat.
    TAMAT


    Terharu kan sama kisah persahabatan Niken dan Keisha, walaupun mereka tak sejalan, sempat mengalami slek, tapi ujung-ujungnya mereka kembali bersama. Itulah salah satu hal yang harus kita tanamkan dalam persahabatan, memahami perbedaan, menjadikannya sebuah kesatuan. OK? Sampai jumpa…

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar